Kuala Lumpur, Day #01

Introduksi
Sebelum bercerita panjang lebar mengenai yang terjadi tiga hari silam, sebaiknya gue membuka dengan sedikit introduksi. Terutama tentang liburan berkepanjangan ini; yang nyaris empat bulan dan gue menghabiskan nyaris tujuh puluh lima persennya mendekam di rumah. Bosan? Bukan bosan lagi. Iri? Keki juga sih melihat Path kian hari kian jahat memamerkan foto-foto si A, B, C pergi bertolak ke luar negeri. Tapi, setelah berdiskusi panjang lebar dengan keluarga, akhirnya tanpa disangka, ide yang sinting ini muncul di kepala di suatu siang, yaitu ide buat melancong ke negeri tetangga, tepatnya ke Kuala Lumpur. 

Menentukan destinasi sesungguhnya tidak sulit, awalnya gue memang diajak teman buat pergi berlibur ke Singapura, tapi lantaran tahun kemarin baru saja gue mencicipi sedikit jajanan dan aspalnya bersama kampus, jadi mama gue menyarankan buat pindah destinasi, alasan kedua sih karena kursnya yang sekarang terlampau melambung. 

Tapi, kalau dibilang murah, Ringgit sebenarnya tak kalah juga lho kursnya, sekarang bahkan sudah 3.600 jika dikurskan ke dalam rupiah. Oleh karena itu, untuk liburan keluarga kali ini, gue sengaja memberi tajuk: semi-backpacker. Memang secara harafiah gue tidak memanggul ransel yang super duper tinggi mirip orang-orang bule itu, tapi budget perjalanannya ditekan sedemikian rupa; mencari tiket pesawat termurah dan gue berusaha untuk tidak belanja, alih-alih menginap di hostel murah (tetapi terletak di tempat yang sangat strategis), dan tidak mengandalkan taksi atau mobil sewa. Kami sekeluarga rela berjalan berkilo-kilo meter dan tersesat di jantung kota Kuala Lumpur dan bergota-ganti kendaraan umum, setelah sebelumnya mencari tempat-tempat keren via TripAdvisior dan Lonely Planet.


Kuala Lumpur, Day #01
Perjalanan hari pertama diawali dari bangun di pagi buta tanggal 15 Agustus kemarin, tepatnya nyaris tidak tidur sama sekali. Kami sekeluarga pergi dari bandar udara terdekat, Husein Sastranegara. Dan tiba di bandara Kuala Lumpur, KLIA2 di daerah Sepang. Karena berbeda waktu satu jam dengan WIB, gue tiba di sana pukul sembilan pagi. Dan sempat terpesona juga dengan bandaranya yang keren banget dan punya rute pintu keluar yang sangat jauh. Setelah mengambil langkah yang cukup melelahkan, gue memutuskan buat pergi ke Kuala Lumpur dengan menggunakan shuttle bus dan turun di terminal Pudu Sentral (dulunya disebut Pudu Raya) yang dekat dengan Chinatown. 

Setelah memakan waktu satu jam lebih, gue turun menginjakkan kaki di Jalan Pudu, depan terminal Pudu Sentral. Berjalan kaki sembari membawa travel bag dan backpack. Jarak antara Pudu Sentral dan Jalan Petaling (Chinatown Kuala Lumpur) hanya memerlukan waktu lima sampai sepuluh menit.



Begitulah suasana Jalan Petaling, pagi sampai malam selalu ramai disarati pejaja kaki lima. Kiri kanan, banyak restoran, lalu banyak juga hostel murah. Dan di sinilah gue tinggal, tepatnya di Petaling Street Hotel. Tempatnya sederhana, tapi kalau buat yang pengin backpacker-an, gue saranin banget tinggal di daerah sini karena tempat ini beneran menakjubkan dari sisi harga. Dan kalau mau belanja barang murah pun gak ribet, tinggal beberapa langkah dari pintu hotel semua ada, dari makanan, baju, tas, dompet, segala lengkap deh. Akses ke jalan utamanya pun sederhana termasuk ke terminal bus (Pudu Sentral) dan stasiun LRT (Light Rapid Transit alias MRT) Pasar Seni.

Setelah taruh barang dan makan di Jalan Petaling, gue langsung bergerak ke tempat selanjutnya menggunakan LRT, sistemnya luar biasa sederhana dan dilakukan secara self-service, tapi janagan lupa menyiapkan uang kecil ya karena mesin token LRT maksimal hanya menerima uang kertas satu ringgit. Dan kalau ingin menukar, pergilah ke costumer service, tapi maksimal hanya bisa menukar 10RM ke pecahan yang lebih kecil. Gue kasih tau ini soalnya karena keluarga gue sedikit udik, gue nyaris beli satu botol air mineral dengan 50 RM, untung aja dikasih tau oleh penjaga gerai kalau bisa menukar ke costumer service LRT, tapi saking nafsunya, mama gue mau tukar 50RM ke pecahan 1RM, sayang ditolak mentah-mentah oleh petugas costumer service. 

Pemandangan kota dari rel Kelana Jaya, Stasiun Pasar Seni

Suasana di dalam LRT



Kalau dibandingkan MRT milik Singapura, jelas LRT sedikit ketinggalan, dari segi servis dan line-nya pun, Singapura punya lebih dari dua line, yang kalau di KL hanya ada Kelana Jaya line dan Putra line, tapi sebagai orang Indonesia. Gue tercengang lho kalau Malaysia ternyata sudah berlari sejauh ini. Sungguh pesat. Dari suasana di dalam LRT saya sudah berbeda, padahala LRT ini sungguh-sungguh sarana transportasi umum. Yang naik tidak hanya dari kalangan yang berpendidikan tinggi, siapapun bisa naik, tapi gerbong keretanya tetap bersih, ber-AC, dan semuanya pun tertib mengantre naik. Semoga di Indonesia bisa secepatnya punya MRT ya, negara tetangga sudah punya lho.

Tempat pertama yang dikunjungi, tentunya tempat yang sudah terkenal banget di mata mancanegara, yaitu Petronas Twin Towers atau kalau orang lokal Kuala Lumpur menyebutnya sebagai daerah KLCC. Dari Pasar Seni, hanya naik satu kali LRT dan turun di stasiun KLCC ke arah Gombak, cukup merogoh kocek sekitar 4.80RM untuk tiga orang.



Sesuai dengan yang terlihat, Petronas memang tinggi banget. Dan di dalamnya banyak, kebetulan banget gue dateng di hari Jumat siang, jadi lantai atas Petronas dipakai oleh umat Islam buat shalat Jumat, tapi kalau masuk ke dalamnya dan melipir ke sayap kanan, di sana ada pintu masuk menuju gedung Malaysian Philharmonic Orchestra (MPO), tempat untuk konser okestra di Kuala Lumpur. Dan kalau ingin naik ke atas lagi juga boleh sesungguhnya, selain ada banyak perkantoran. Di atas sesungguhnya, para turis bisa melihat kota Kuala Lumpur dari lantai 86 (kalau gak salah), tapi karena harga tiketnya agak mahal jadi akhirnya gue memutuskan buat masuk dan melintas ke mall di balik KLCC, yaitu Suria KLCC. 

Suasananya sih mirip dengan TSM (Transtudio Mall) di Bandung, atau kalau di Jakarta mungkin mirip dengan Grand Indonesianya. Di Suria KLCC kebanyakan menjual barang-barang branded dan impor, dan karena gue lebih memilih window shopping, akhirnya gue dan keluarga memilih buat belanja makanan di iSetan (supermarket). Dan untungnya walaupun sedikit mahal, salad-nya luar biasa enak :) 

Dari Suria KLCC, gue pergi ke Avenue K, yang di bawah tanahnya sesungguhnya tersambung dengan stasiun KLCC. Mall yang berdiri di Jalan Ampang ini sedikit lebih sepi ketimbang Suria KLCC, mungkin karena di Suria KLCC para turis sudah ketimbang kepincut sama Twin Towers-nya. Tapi, di Avenue K barangnya sedikit lebih murah sih, dan rasa penasaran gue ke Avenue K sesungguhnya karena ini tahu tentang Breakout. Gue gak sempat main karena malamnya pengin pergi ke tempat lain di luar KL, tapi sepertinya permainannya menarik, yaitu semacam bermain roleplay dengan memainkan peran sebagai satu tokoh di sebuah setting. Kalau ada yang suka dengan bermain drama, disarankan main Breakout di Avenue K Level 2. Soalnya permainan semacam ini jarang banget ditemui, bahkan di Indonesia saja tidak ada.

Setelah berkeliling di kawasan KLCC, gue memutuskan untuk pergi ke Shah Alam, tepatnya ke i-City. Dan untuk pergi ke Shah Alam, jalan yang paling tepat adalah dengan menaiki komuter. Well, jadi di KL ini punya beberapa sarana transportasi umum, yang pertama adalah LRT (Light Rapid Transit) yang sejenis MRT tadi, lalu kedua KTM komuter; masih berbentuk kereta juga tapi ini seperti komuter di kawasan Jabodetabek, yang menghubungkan KL dengan kota-kota kecil di sekitarnya, lalu ada juga KTM antarbandar, yaitu transportasi umum yang menghubungkan KL dengan kota-kota yang lumayan jauh, seperti Ipoh, dsb. Tetapi untuk di dalam kota, KL juga punya monorail, RapidKL (bus) dan GoKL (bus). Dan semua transportasi itu bisa didapat di KL Sentral, stasiun superbesar di KL.

Tujuan ketiga di hari pertama adalah Shah Alam, dan untuk sampai ke sana, gue akui, agak sedikit membuang biaya. Untuk tiket KTM sesungguhnya murah, tiga orang hanya 7RM lebih sedikit, tapi untuk mencapai i-City, itulah yang sedikit membuang uang, yaitu harus menggunakan taksi (orang Melayu biasa menyebut teksi), dan teksi ada dua jenis yaitu bermeter dan kereta sewa. Dan untuk turis, gue sarankan pakai kereta sewa. Kenapa? Karena kalau yang meter, banyak kasus kalau supir teksinya mengambil jalan memutar, dan karena sebagai turis, jelas dong gue gak tau jalan, jadi daripada berisiko seperti itu, langsung saja tawar, baru naik teksinya.

Sebelum gelap berfoto dulu di depan bianglala

i-City memang agak sulit dijangkau dari stasiun Shah Alam, setelah naik komuter 20 menit, turun di stasiun dan naik teksi akhirnya, gue sampai pukul setengah tujuh waktu Kuala Lumpur di sana. Dan i-City memang baru buka jam segitu karena i-City adalah kota dengan lampu LED. Ada sedikit wahana sih. Terutama buat anak-anak, di sana mirip dengan pasar malam gitu, cuma sayang, makanan yang berjualan di sana gak terlalu beragam. Dan ada yang lucu dengan langit Malayasia, yaitu susah gelapnya. Sampai di pukul setengah tujuh, langitnya masih terang benderang, seperti pukul lima WIB. Dan langit akhirnya menggelap di pukul 8 malam. 


Saat delapan malam itulah baru aktivitas di kota lampunya bereaksi, baru ada air mancur, lalu banyak orang berfoto. Tetapi, tetap sih, gue merasa sedikit tertipu datang sejauh itu ke Shah Alam. Memang suasananya bagus, cantik gitu melihat semua tumbuhan, patung-patung binatang dipenuhi dengan lampu LED. Tapi, um... ya, Shah Alam bagusnya untuk itu saja sih.

Dan begitulah gue menutup perjalanan hari pertama di Kuala Lumpur. Dibuka dengan airport KLIA2 dan ditutup dengan i-City. Selanjutnya gue kembali ke hotel, di Petaling Street pukul sembilan malam karena kereta KTM terakhir dari Shah Alam berangkat pukul sebelas waktu setempat.



2 comments:

Fanny f nila said...

Hai mas, aku planning kesana nanti.. Tp dgr2 nyari taxi malam2 utk balik ke st shah alam itu agak susah ya.. Bnr ga sih? Hotel kubnanti di KL sentral juga soalnya..

Eh di icity itu bukannya ada wahana dewasa juga ya? Ama snow world?

sewa pocket wifi ke malaysia said...

mas imlek aku kesana nanti. untuk internet di malaysia gimana ya. aku sih cari2 referensi di google. banyak yang bilang sekarang bisa sewa pocket wifi buat ke malaysia ga perlu ganti kartu dan bebas roaming data.'ada sih nih website nya wi2fly.com

 

Flickr Photostream


Twitter Updates

Meet The Author