Entah gue kena jampi-jampi apa minggu ini. Sebenernya kejadiannya bukan hari ini, tapi Kamis malem. Ujian tinggal sehari lagi, dan mata pelajaran yang--menurut gue--paling sulit udah menanti. Kimia, gue udah getir sejak awal minggu ujian. Terkadang, gue udah belajar bener-bener, merasa udah menguasai bahan, tapi pas ngeliat soalnya gue cuma bisa menyunggingkan senyum miris doang.
Tapi, sepeninggal urusan Kimia itu, ada hal yang super dan sangat menjengkelkan banget. Ini cerita soal maraknya pembajakan tulisan di jejaring Facebook. Sebenernya, guru gue udah bilang bahwa menulis via online itu beresiko tinggi dalam urusan bajak-membajak. Dan gue memang percaya itu. Ini bukan pertama kalinya gue mengalami pembajakkan. Tapi, hal-hal yang bikin gue sakit hati dan super keki itu, yang membajak tulisan gue adalah temen deket gue. Entah itu di mana saja. Gue ga bermaksud mengecam mereka, tapi dengan kejadian yang gue alamin itu, kita sebagai penulis online harus lebih berjiwa besar. Mungkin awalnya, gue ga bisa bertutur kata bijak kayak gini. Bahkan, gue cuma bisa nangis dan ga tidur semaleman di malem sebelum ujian Kimia.
Hari di mana ujian terakhir terselenggara, mata gue udah mirip mata panda *LOL*. Bengkak karena nangis, dan item karena ga bisa tidur. Dulu sebelum gue ngerti, itu penyebab kurang tidur, gue menganggap itu keren. Huahahaha~ kenapa? Karena mata gue mirip Gerrard 'My Chemical Romance'. Item dan super gothic. Tapi, badan gue ga keren kayak penampilan luar, rasanya gue cuma bisa bertutur-kata, capek sepanjang hari.
Kejadian Kamis malem itu memang terdengar sepele, tapi buat gue sangat berarti. Jujur, pada saat temen-temen seperjuangan--penulis--di jejaring Facebook, ngepost fan fic mereka, gue ngerasa iri mereka bisa menyulap deretan kata dalam kurun waktu beberapa jam aja, sedangkan gue. Gue bahkan harus begadang buat mengrampungin satu fan fic oneshot. Oleh karena itu, masa publsihing adalah hal yang paling membanggakan. Apalagi kalo respon para pembaca bener-bener menghibur dan membangun.
Oleh karena itu, pas tulisan gue dibajak, gue beneran sakit hati. Dan gue ga nyangka temen gue itu beneran berani melakukan hal itu ke gue. Dia memang ikut serta dalam suatu ajang status indah gitu di Facebook. Gue udah menganggap dia sebagai temen bahkan senpai, karena wall dia ga pernah sepi dan selalu disarati oleh komen-komen soal fan fic. Dengan begitu, gue bisa menyimpulkan kalo fan fic dia itu memang disukai oleh para pembaca. Memang genre-nya bertolak belakang sama gue--yang suka nulis angst-fluff, tapi it's okay. Setiap author memang punya bangsa pasar masing-masing.
Dan pada Kamis malam itu, lombanya diadakan. Misinya cukup sepele, para pesertanya harus bikin kata-kata indah di statusnya. Sesuai dengan ketentuan lomba--yang dia ucapkan sendiri--berkata bahwa kata-kata tersebut ga boleh disadur dari tulisan orang lain. Tapi mengejutkannya, bahkan sangat mengejutkan, bahwa dia memang menyadur sama persis tulisan gue. Sebelumnya memang gue pernah merasakan bahwa ada salah satu temen yang menyadur diksi gue, tapi itu masih gue terima, setidaknya itu bisa dibilang terinspirasi, tapi kalau kejadian yang satu ini bener-bener udah keterlaluan.
Malem itu gue cuma bisa nangis, dan kebangun setiap dua jam. Gue ga bisa nuntut apa-apa karena pada hakekatnya tulisan-tulisan di online atau blog itu tidak punya undang-undang hak cipta yang resmi, walau gue udah tulis di disclaimer bahwa dilarang menyopi, tapi nyatanya ada aja temen yang menyadur.
Mungkin pas dia tulis status itu, dia pikir, gue ga tau tulisan gue sendiri. Tapi, nyatanya gue tau, tulisan itu udah gue tulis berbulan-bulan lalu, tapi gue masih mengenali tulisan itu, karena gue merangkai diksi itu bukan sekedar abal-abal dan terlintas begitu aja di otak gue, tapi gue harus mikir, supaya pas dibaca orang tulisan itu terkesan rapi dan berima indah.
Awalnya gue merasa ragu untuk nyindir, karena tabiat gue emang ga mau cari masalah. Tapi gue pikir itu udah keterlaluan, dan akhirnya gue sindir dia dengan kata-kata halus. Dia cuma ngebales dengan kalimat candaan, ngerasa bahwa dia melakukan sesuatu yang benar padahal itu semua bull shit belaka.
Besoknya, hari Jumat tiba. Gue cuma bisa manyun seharian, dan temen gue nanyain, gue ada masalah apa. Gue jelasin ke mereka tentang masalah pembajakan itu, dan mereka malah ngedukung gue untuk langsung ngedamprat si 'frienenemy' itu. Akhirnya, pas pulang sekolah gue coba buka Facebook lagi dan menegur dia, gue ga pengen cari masalah, makanya gue cuma menekanakan peraturan yang udah dikatakan sendiri. Tapi sialan dan super bangsatnya dia malah ngapus status itu, padahal jelas-jelas dia menyadur tulisan gue kedua status, tapi status yang satu lagi malah dia tetep ngerasa bener.
Setelah pengapusan status itu terjadi, gue cuma bisa mengedumel sendiri. Tapi Sabtu pagi ini, papa gue berceloteh panjang lebar dan gue rasa dia itu amat bijaksana. Dia bilang ke gue kalo harusnya gue bersyukur pernah mengalami kasus ini. Karena gue emang bermimpi mejadi seorang penulis. Seorang penulis sejati pastinya harus udah pernah mengarungi lautan masalah. Mungkin dari kacamata seorang murid SMA kayak gue, gue hanya melihat bahwa menjadi penulis itu menyenangkan, tapi nyatanya, kalo udah terjun di dunia masyarakat nanti, pastinya banyak halangan dan rintangan yang harus gue hadapi.
Gue merasa bahwa kata-katanya itu 100% bener. Dan sesuai dengan ajaran Kristen yang dituturkan Yesus, kita harus mengampuni musuh kita. Sekalipun itu susah, tapi gue bakal mencoba karena menyimpan dengki dan dendam itu sama sekali ga enak. Yah, gue harus mendoakan dia supaya bertobat dan terus membesarkan karya-karyanya.
0 comments:
Post a Comment